Bangkit Bersama Bayangan Masa Lalu
Akhirnya aku menghentikan
langkahku di persimpangan sudut kota. Dan mataku tertuju pada suatu kerumunan
yang cukup menyita pertahatianku sejak aku menapakkan kaki di jalan ini. Ya, sebuah
pertunjukkan musik sederhana yang dilakukan oleh sekelompok mahasiswa. Ada beberapa
anak laki-laki yang menghasilkan suara gendangan dari galon yang mereka mainkan,
ada juga yang memainkan alat musik sejenis rebana, ada yang bernyanyi, ada pula
yang menghasilkan denting nyaring dari botol-botol kaca yang mereka pukul, dan
tak ubahnya petikan gitar yang dimainkan oleh seorang laki-laki yang sepertinya
terlihat tak asing bagiku.
Warna warni langit sore itu
membuatku berjalan menjauhi kerumunan tadi dan langkahkupun terhenti pada
sebuah bangku kosong di tengah taman kota yang tidak jauh dari pertunjukkan
musik tadi. Anak-anak kecil yang bermain gelembung air dan para pedagang yang
menjajakan dagangannyapun menjadi pemandangan yang sehari-hari aku jumpai di
taman ini. Tiba-tiba aku tersentak kaget karena seseorang menepuk punggungku
dari belakang. Nampak seorang laki-laki putih berbadan tinggi muncul di
belakangku menggendong tas gitar dan membawa
sebuah kantong plastik putih ditangannya. Dia adalah laki-laki yang memainkan
gitarnya di sudut kota bersama kelompok mahasiswa tadi. Dengan segera ia duduk
di sebelahku.
Aku menatap laki-laki itu dalam
diam penuh keheningan. Dan benar, dugaanku tak melenceng sedikitpun. Laki-laki
itu ternyata kamu, sepercik kebahagiaanku di masa dulu. Dan lagi-lagi aku harus
bertemu dengan masa laluku. Kamu menyambut dan manyapaku dengan hangat. Sehangat
itulah kebiasaan yang selalu kamu lakukan
saat berjumpa denganku. Dan satu hal yang dapat menjadikan semua itu istimewa,
sebuah Ice Cream Corneto kesukaanku
yang selalu kamu bawa untukku. Seperti yang terjadi pada sore ini. Walaupun
pertemuan ini terkesan kebetulan dan tanpa direncanakanpun, kamu tak absen
membawakannya untukku.
Sambil memakan Ice Cream, pandanganku tak mau beranjak
sedikitpun dan masih terfokus pada sosok di sampingku. Aku mengamatinya dengan
sangat teliti, sepertinya tak ada satupun yang berubah darimu. Masih sama
seperti dulu. Celana jeans, kaos porot putih bergambar wolf, snapback hitam dan sepatu vans masih menjadi stlyemu hingga detik ini. Melihat
reaksiku yang terus menatapmu dengan pandangan kosong, kamupun akhirnya memecahkan
keheningan ini. Kita bertukar kabar dan bertukar cerita setelah sekian lama
kita terpisahkan oleh jarak semenjak saat itu. Saat dimana kamu dan aku
memutuskan mengakhiri hubungan itu. Hingga akhirnya kami memutuskan untuk pulang dan meninggalkan
taman.
Entah kenapa perbincangan sore
tadi seakan masih terngiang-ngiang di kepalaku. Kenapa? Kenapa aku terus
memikirkan kamu? Apa jangan jangan .......... Ah sudah lupakan saja, lebih baik
aku membaca majalah sambil mendengarkan MP3. Selang beberapa menit ponsel
disampingku bergetar, menandakan ada pesan singkat masuk dan tertulis namamu di
layar ponselku. Aneh, sepertinya aku belum pernah memberikan nomor ponselku
kepada dia. Ah biarkanlah, ku anggap semua hanya kebetulan saja.
Kembali ku tengok jam tanganku. Jarum
panjang menunjukkan pukul 19.00 WIB. Tepat saat kamu mengajakku untuk pergi dinner tadi malam melalui pesan singkat
yang kamu kirim. Lima menit berlalu, aku masih menunggu kehadiran sosokmu
muncul di cafe yang telah kita sepakati bersama tadi malam. Sosokmu muncul dari
balik Yaris biru yang nampak dari kejauhan. Namun kali ini kamu nampak berbeda,
sedikit lebih rapi memang dengan kemeja pendek maron dan masih dengan celana
jeans berwarna krem lalu sepatu vans kegemaranmu. Mungkin nampak serasi
denganku, balutan sifon merah bata dan rok hitam di atas lutut lengkap dengan
sepatu converse berwarna hitam putih semakin menambah daya tarik tersendiri
bagi beberapa pasang mata yang memandangi.
Hampir satu setengah jam kita berada di sana. Sambil menikmati desserts , tak henti-hentinya
kita bercanda tawa karena cerita kekonyolan-kekonyolan yang kita perbuat
bersama dulu. Mungkin lebih tepatnya tertawa lepas. Sejenak aku diam memperhatikan
senyummu yang mungkin sekarang terasa sangatlah asing. Tapi sudahlah, yang
terpenting sekarang dia ada di hadapanku berbagi tawa denganku. Hingga akhirnya
kamu memutuskan untuk mengantarku pulang.
Dengan sigap kamu membukakanku
pintu, layaknya aku seorang permaisuri turun dari kereta kencananya. Thanks buat dinner kali ini. Sambil tersenyum , kalimat itulah yang aku ucapkan
padanya sebelum dia pergi. Dan kamu hanya membalasku dengan sebuah senyuman. Namun
sebelum meninggalkanku, sontak perlakuanmu membuatku kaget. Kamu menatapku dalam
dan memegang tanganku sambil berkata “thanks
for today”. Kamu tahu? Mata itu kembali menatapku tajam penuh kelembutan,
seakan berbicara kepadaku. Namun entah apa yang ia bicarakan, aku tak mengerti.
Aku hanya terdiam kaku tak tahu apa yang harus aku perbuat sekarang.
Di halaman depan rumah, angin malam
masih membawaku dalam kekakuan saat ini. Belum sempat aku menjawabmu, kamu
sudah bertutur lagi padaku. Kamu berkata bahwa sebenarnya selama ini kamu tak
henti-hentinya mencari keberadaanku, setelah kesalahan fatal yang dulu sempat
kamu perbuat kepadaku. Dan kamu tahu? Dia berkata bahwa sebenarnya dia masih
menyayangiku dan menginginkanku untuk kembali lagi bersamanya. Aku hanya bisa
terdiam, angin malam malah terus membuat tubuhku semakin kaku.
Entah ada berapa banyak bintang
di langit yang sedang melihat drama romansa ini. Senyum laki-laki itu
mengembang dan matanya berbicara padaku. Sontak aku tersadar kaget. Jujur, aku
sungguh merasakan apa yang selama ini aku impi-impikan. Aku gugup, aku akui
itu. Perasaanku seolah bercampur aduk jadi satu. Sudah aku bilang beberapa
kali, aku tak tahu apa yang harus aku jawab Tuhan. Huh, akhirnya ku beranikan
diri untuk menjawab itu semua. Matamu menyorot ke arahku. Samar-samar suaraku
serak terdengar, dan akhirnya aku berkata aku mau memulai kisah yang baru lagi
denganmu. Dengan cepat kau memelukku erat seakan tak mau kehilanganku untuk
kedua kalinya. Kau mencium keningku lembut dan berkata terimakasih.
Komentar
Posting Komentar