Masih Ingin Terus Berjalan

Dengan mencangking sebuah tas laptop, langkahku siang hari ini membawaku menuju salah satu kedai kopi di pinggir kota. Masuk ke dalam, duduk lalu memilih menu, mengeluarkan laptop dari tas yang aku tenteng tadi. Lantas? Apa yang akan aku lakukan dengan semua ini? Aku bahkan tak tahu apa yang akan aku lakukan. Tak seperti biasanya, aku disini tidak sendiri dan aku ditemani oleh seseorang.

Sambil menunggu pesananku datang sebaiknya aku nyalakan laptop terlebih dahulu dan jari ini melangkah pada sebuah program Microsoft Word. Rasanya aku enggan sekali untuk menulis namun aku beranikan niatku untuk menulis saat ini juga. Satu dua kata tiga kata hingga terbentuklah satu kalimat namun kembali aku hapus. Aku mengulang menulis kembali dan lagi-lagi aku menghapus apa yang sudah aku tulis sebelumnya. Pikiran yang saat ini memang tak sejalan dengan kata hatipun hampir saja memutuskan semangatku untuk terus memainkan jemariku di atas laptop.

Hampir 10 menit menunggu, pesananku akhirnya datang juga. Secangkir Capuccino Caramel . Bukannya aku langsung menyeduh capuccino milikku, aku hanya memandanginya dengan diam. Beberapa waktu lalu, aku disini pula namun aku tidak sendiri kami berempat. Saat itu niat kami akan menuju ke sebuah tempat yang agak jauh dari tempat kita berada sebelumnya, namun di tengah perjalanan rintikan air hujan yang semula turun perlahan menjadi sangat deras dan kami memutuskan untuk berteduh di pinggiran toko jalan tersebut. Semula niat kami hanyalah berteduh tetapi hujan justru malah semakin deras hingga membuat kami kedinginan dan basah kuyup. Hal lucu selanjutnya adalah kami menaiki sebuah becak dan kami menuju kedai kopi tempatku saat ini berada dengan becak dikarenakan tempat kami berteduh dan kedai kopi tersebut lumayan cukup jauh.

Lamunanku buyar seketika saat pelayan datang kembali untuk mengantarkan pesanan keduaku, sepiring mungil Spaghetti Carbonara kesukaanku. Senyumku perlahan mulai tersipu. Aku berkata dalam hati, ah apalah yang aku pikir sebelumnya hanya sebuah bayangan yang sangatlah konyol dan biarkan itu menjadi kenangan manis yang mungkin saat ini benar-benar aku merindukannya. Kejadian yang lebih konyolnya lagi adalah saat aku menuliskan ini semua, aku tersenyum dan tanpa disadari ada air mata yang menetes. Harus aku akui bahwa saat ini aku sangat merindukan sosok mereka yang bisa membuatku tertawa lepas benar-benar tanpa beban sedikitpun. Meskipun akhirnya itu hanya sebuah imajinasi yang mungkin tidak akan pernah menjadi nyata dan selamanya akan tetap semu.

Seduhan capuccino pertamaku membuat semuanya terasa benar-benar baik-baik saja. Jauh dari kenyataan yang kali ini cukup membuatku patah semangat. Mungkin kamu berfikir bahwa ini adalah hal yang sangat alay, kekanak-kanakan dan apalah terserah kalian. Tetapi aku bukanlah seorang aktris yang pintar berakting di depan layar televisi yang bisa menyembunyikan apa yang sedang mereka rasakan dan mereka bisa nampak baik-baik saja dengan masalah mereka masing-masing. Aku bukan orang yang seperti itu, bukan. Kembali aku letakkan cangkir itu ke tempat tatakan semula. Capuccino yang tadinya hangat sekarang menjadi agak dingin karena tidak segera aku minum saat begitu disajikan tadi.

Sekarang saatnya aku melanjutkan tulisanku yang terhenti karena aku begitu asiknya memakan Spaghetti Carbonaraku. Kembali dengan satu kata, dua kata, tiga kata, empat kata, dan akhirnya kalimat-kalimatpun terrangkai dengan sendirinya. Bukan sekedar rekayasa ataupun imajinasi, melainkkan ini adalah apa yang pernah ada dan sekarang aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk mengulang hal tersebut. Aku menengok ke kanan dan ke kiri, sekali-kali aku melihat kaca yang ada di depanku. Di ruangan ini hanya ada aku duduk sendirian seorang diri hanya dengan ditemani sebuah laptop merah kesayanganku. Sudah berapa lama aku disini pun aku tak tahu. Saat ini arah jarum jam menujukkan pukul 15.00 WIB akan tetapi aku belum ingin beranjak dari tempat ini bahkan aku terus melanjutkan tulisanku yang lama-kelamaan hampir memenuhi satu lembar. Bahkan handphoneku yang berdering semenjak awal aku disini, aku biarkan tidak aku gubris sama sekali. Karena sama saja tidak ada pesan singkat darimu. Jika adapun mungkin jawaban itu hanya satu dua kata bahkan malah mungkin niatmu untuk mematikan pembicaraan.

Kedai kopi ini memang mematikan pikiranku, memutar playlist yang sekiranya membuat teringat dengan beberapa waktu lalu. Dengan playlisnya First Love milik Utada Hikaru ini, jangan biarkan aku mengetik tulisanku ini sambil meneteskan air mata lagi, jangan lagi itu terjadi atau aku terlihat sangatlah bodoh. Seduhan capuccino yang benar-benar sudah dingin membuatku sejenak melupakan tulisanku itu. Aku niatkan untuk berhenti menulis sejenak. Ku niatkan untuk membuka folder yang bernama “18122014” dan aku hanya bisa tersenyum melihat ratusan foto yang ada di dalamnya. Aku pandangi wajah-wajah polos, wajah yang penuh senyuman bahagia, bahkan wajah konyol sekalipun itu, dan itu semua hampir membuatku berfikir I’m fine, really.

Stop jangan membuat aku makin terjerumus ke dalam ke-baperan ini, aku tertawa kecil. Bodoh memang aku, membiarkan seseorang yang benar-benar bisa membuatku nyaman pergi. Hanya dengan satu kata itu dan sekarang aku tidak bisa mempertanggung jawabkan perkataan tersebut. Saat itu aku benar-benar terkalahkan dengan emosiku dan perasaan cemburu itu. Tapi sudahlah, semua sudah terlewatkan. Beranjak? Rasanya enggan untuk beranjak. Tetap akan disini seperti ini? Iya aku akan tetap disini, dengan perasaan yang sama dan dengan orang yang sama. Walaupun entah semua itu akan berujung manis kembali ataupun bertepuk sebelah tangan saja dan harus mengikhlaskan begitu saja.

Aku kembali memainkan jemariku merangkai kalimat demi kalimat. Tanpa perduli sudah seberapa lama aku berada di tempat ini meskipun hari semakin sore dan makanan yang aku pesan sudah habis. Aku tetap melanjutkannya, rasanya aku tidak ingin berhenti menuliskannya. Namun aku terpaksa menghentikan tulisan itu karena aku tahu betul, jika aku melanjutkannya aku akan semakin terjerumus ke dalam kebaperan itu kembali hahahaha. Aku menutup program tersebut dan diakhir tulisanku itu, aku menulis bahwa aku akan menunggu sebuah jawaban dari pertanyaanku kemarin. Walaupun baik atau seburuk apapun itu, aku akan tetap menunggu jawaban itu. Namun untuk kali ini aku sudah tidak akan memaksakan kepadamu untuk secepatnya memberikan jawaban itu. Aku hanya ingin berkata jujur kepada diriku sendiri bahwa sepenuhnya kenyamanan itu masih ada walaupun aku tidak tahu akan berakhir baik ataupun buruk sekalipun itu.

Hidup ini seperti secangkir kopi, dimana pahit dan manis melebur menjadi suatu kehangatan
 (Filosofi Kopi)
Yang menyayangimu
Asri

Komentar

  1. Galauuu anettttt kakakkkkk 😢😢😢

    BalasHapus
  2. Nokomen yakkkk. Udh pelanpelan ikhlas gapapa deh 😂😂😂

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mitos Penyimpangan Mesir Kuno

Sore Senja Itu

Pohon Teraneh Di Dunia