Andai Kamu Tahu Rasanya Menjadi Aku
Penantianku
berujung disini. Saat aku berada di titik dimana aku bisa merasakan apa itu
sebuah keikhlasan dan ketulusan. Saat dimana aku siap untuk menutup lembaran
lamaku yang telah kusam dan lusuh. Aku berjalan, entah kemana. Berlari, entah
mengejar apa. Mencari, entah apa. Langkahku diam penuh keyakinan.
Aku mengenalnya
begitu singkat. Tak lama memang, itu karena aku tak ingin semua yang berjalan
lama dapat basi begitu saja. Seperti makanan, basi lantas dibuang. Aku meyakinkan diriku bahwa semua akan
baik-baik saja. Sayang, belum semua keyakinan itu dapat menyatu dengan
perasaanku. Ragu namun penuh keyakinan aku melangkah dan berharap seterusnya
akan tetap seperti ini.
Waktu tak
habis-habisnya berganti. Detik menit jam hari berganti selaras dengan apa yang
aku rasakan saat ini. Setiap pagi kamu menyapaku. Memberiku kabar dan selalu
tak pernah lupa mengingatkanku untuk tetap selalu makan dan beribadah. Sedekat itukah
keadaan kita saat ini? Entahlah aku belum tahu pasti namun aku berharap begitu.
Sedikit demi sedikit seiring berjalannya waktu keraguan itu semuanya hilang. Dan
kamu berhasil meyakinkanku, benar-benar meyakinkanku.
Lihatlah
perbuatanmu, semudah itu meyakinkan seseorang bukan? Dan semudah itukah aku harus
mempercayaimu? Aku bahkan tak mengerti apa arti kedekatan kita selama ini? Dan kelak jika akhirnya aku harus
kecewa? Iya benar, ditinggalkan saat kita sudah merasa nyaman. Sebercanda itukah?
Ah entahlah mengapa halusinasiku melayang jauh tak terarah. Mungkin aku hanya
merasakan ketakutan sesaat. Tapi apakah mungkin? Meskipun
diam-diam aku menyayangimu dan mengharapkanmu, namun aku tak membiarkan
begitu saja perasaan itu terbang tinggi lalu jatuh terhempas. Aku mampu. Satu kepercayaan
yang mungkin terkadang masih sering bergoyah.
Aku berjalan mengikuti bayanganku yang entah membawaku
kemana. Dingin dan begitu sepi. Langkah ini membawaku ke sebuah pertunjukan musikalisasi
puisi. Namun entah mengapa sekejap aku
ketakutan. Awalnya memang aku tidak perduli perasaanku saat ini, cemooh
teman-teman tentang kita bahkan semua perkataan negatif yang keluar dari mulut-mulut
orang berdosa sekalipun tidak aku hiraukan. Namun mengapa malam ini rasanya
perasaan takut itu hinggap lagi di pikiranku? Hal paling menjijikkan saat halusinasiku
melayang tak berarah dan aku membenci itu.
Kurang lebih 2 jam aku berada di dalam gedung musikalisasi
puisi itu. Taburan bintang, dinginnya udara malam hari dan angin yang berhembus
semilir menambah kepekatan suasana malam yang nampak begitu pekat merasuk dalam
tubuh. Aku menggenggam handphoneku dan berniat untuk menghubungimu, namun
entahlah sebaiknya aku urungkan niatku untuk menghubungimu. Bahkan aku ingin
aku terbiasa tanpa kabar sedikitpun tentangmu.
Perasaan itu begitu cepat menggerogoti pikiranku. Perasaan
paling norak se-dunia. Perasaan yang ...... ah entahlah aku lemas tak berdaya. Dia
adalah sahabatku dan kenangan masa lalu itu akan membekas selamanya bukan? Dan aku?
Aku bisa apa? Andai kamu tahu rasanya menjadi aku. Apakah kamu akan seperti
aku? Menjalaninya dengan seperti ini? Lantas apa yang kau lakukan? Apa?! Terkadang
hidup selucu itu, yang berjuang dan berusaha tidak mendapat apa-apa. Namun mereka
yang tidak berusaha malah mendapat apa yang mereka inginkan.
Malam itu aku merasakan takut yang tidak pernah
berujung. Menggerogot dan terus menggerogoti aku. Sadarkah tingkah lakumu
selalu melukaiku? Aku tau dan bahkan sangatlah tau seseorang yang senang bercanda
sepertimu memang menyenangkan. Namun tidak semua kesenangan itu membawa
kebahagiaan. Terkadang membawa kepahitan yang entah berujung bagaimana. Terlalu
banyak dan sampai kapan aku akan bertahan?
Cubitlah aku! Semua ini hanya halusinasiku saja bukan?
Rasanya ingin sekali pergi dari kenyataan yang membawaku entah kemana. Namun seberapa
kencang aku berlari, seberapa cepat aku berjalan, aku akan tetap berada di
tempat itu ...
Komentar
Posting Komentar